MAKALAH
PROSES PEMBUATAN KEBIJAKAN
Mata
Kuliah: Pengantar Ilmu Politik
DI SUSUN OLEH KLOMPOK : 7
IRMA
FITRI
ANI (
A1A215022)
KHOIRUL
HUDA (
A1A215204)
MILLA
MISLIYANI (
A1A215206)
RINA ( A1A215210)
YUDO TARUNA
LESMANA ( A1A215212)
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PERGURUAN
TINGGI
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
BANJARMASIN
2015-2016
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kepada Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “proses
pembuatan kebijakan“ ini dapat dapat kami selesaikan,meskipun sifatnya masih
sangat sederhana.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyususunan makalah ini,terutama kepada bapak
Dosen Pembimbing mata kuliah “pengantar ilmu politik” yang telah memberikan
arahan serta bimbingannya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Tak luput
juga kami pahami betapa pentingnya sumber bacaan yang telah membantu dalam
memberikan informasi yang telah menjadi
bahan dalam makalah ini.
Kami menyadari bahwa masih banyak terdapat
kekurangan dalam penulisan makalah ini, oleh karenanya kritik dan saran yang
bersifat konstruktif sangat kami harapkan demi perbaikan makalah ini.
Banjarmasin,
13 September 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR…………………………………….................. i
DAFTAR ISI……………………..……………………….................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG…………………….……………….................. 1
B.
RUMUSAN
MASALAH....................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Tahap – tahap Pembuatan Kebijakan………………………….. 3
B. Formulasi Kebijakan.............................................................. ….. 4
C. Adopsi/ Legitimasi Kebijakan........................................................ 5
D.
Penilaian/ Evaluasi Kebijakan................................................ …… 7
E. Pengesahan Kebijakan.................................................................... 8
F. Proses
Perumusan Kebijakan……………………................... …… 9
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN……………………………..……………..................... 10
DAFTAR
PUSTAKA……………………………….……….............. 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pelayanan
pemerintah kepada masyarakat pada hakekatnya idnetik dengan berbagai bentuk
kebijakan yang dikeluarkan oleh tiap Departemen atau Dinas di Daerah . Manifestasi
dari berbagai bentuk kebijakan diatas
itulah yang selanjutnya akan dirasakan secara langsung ataupun tidak langsung
oleh masyarakat.
Satu
kebijakan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan dalam kenyataanya tidak banyak
menerima penolakan, dan sebaliknya, manakala formulasi kebijakan yang
dirumuskan tidak merepresentasikan kebutuhan (rakyat banyak) serta kurang
merespon ‘pasar', jelas mendapat respon negative dari rakyat selaku pihak yang
harus menerima kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
latar belakang tersebut kita dapat merumuskan beberapa masalah :
1.
Penyusunan Agenda
2.
Formulasi kebijakan
3.
Adopsi/ Legitimasi
Kebijakan
4.
Penilaian/ Evaluasi
Kebijakan
5.
Pengertian
kebijakan public
6.
Bentuk
penyimpangan dalam proses kebijakan public
BAB II
PEMBAHASAN
Tahap – tahap pembuatan kebijakan
A.
Penyusunan Agenda
Agenda setting adalah sebuah fase dan
proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses
inilah memiliki ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.
Jika sebuah isu berhasil mendapatkan status sebagai masalah publik, dan
mendapatkan prioritas dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan
alokasi sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting
untuk menentukan suatu isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda
pemerintah. Issue kebijakan (policy
issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan (policy problem). Policy issues biasanya muncul karena telah terjadi
silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah atau
akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan
tersebut. Menurut William Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau
fungsi dari adanya perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun
penilaian atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi
suatu agenda kebijakan.
Ada beberapa
Kriteria isu yang bisa dijadikan agenda kebijakan publik (Kimber, 1974;
Salesbury 1976; Sandbach, 1980; Hogwood
dan Gunn, 1986) diantaranya:
1.
telah mencapai
titik kritis tertentu jika diabaikan, akan menjadi ancaman yang serius;
2.
telah
mencapai tingkat partikularitas tertentu berdampak dramatis;
3.
menyangkut emosi
tertentu dari sudut kepentingan orang
banyak (umat manusia) dan mendapat dukungan media massa;
4.
menjangkau
dampak yang amat luas ;
5.
mempermasalahkan
kekuasaan dan keabsahan dalam masyarakat ;
6.
menyangkut
suatu persoalan yang fasionable (sulit dijelaskan, tetapi mudah dirasakan kehadirannya)
Karakteristik
: Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda
publik. Banyak masalah tidak disentuh sama sekali, sementara lainnya ditunda
untuk waktu lama.
Ilustrasi :
Legislator negara dan kosponsornya menyiapkan rancangan undang-undang mengirimkan ke komisi Kesehatan
dan Kesejahteraan untuk dipelajari dan disetujui. Rancangan berhenti di komite
dan tidak terpilih.
Penyusunan
agenda kebijakan seyogianya dilakukan berdasarkan tingkat urgensi dan esensi
kebijakan, juga keterlibatan stakeholder. Sebuah kebijakan tidak boleh
mengaburkan tingkat urgensi, esensi, dan keterlibatan stakeholder.
B. Formulasi
Kebijakan
Formulasi kebijakan publik ialah
langkah paling awal dalam proses kebijakan publik secara keseluruhan.Oleh
karenannya apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan berhasil
tidaknya kebijakan publik yang dibuat pada masa yang akan datang. Menurut
Anderson (Dalam Winarno, 2007 : 93) formulasi kebijakan menyangkut upaya
menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk
masalah-masalah yang dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.
Formulasi kebijakan sebagai bagian
dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling krusial karena
implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap
formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau
program dalam mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada
ketidaksempurnaan pengolaan tahap formulasi (Wibawa; 1994, 2). Tjokroamidjojo (Islamy; 1991, 24) mengatakan
bahwa folicy formulation sama dengan pembentukan kebijakan merupakan
serangkaian tindakan pemilihan berbagai alternatif yang dilakukan secara terus
menerus dan tidak pernah selesai, dalam hal ini didalamnya termasuk pembuatan
keputusan. Lebih jauh tentang proses pembuatan kebijakan negara (publik), Udoji (Wahab ; 2001, 17) merumuskan bahwa
pembuatan kebijakan negara sebagai “The
whole process of articulating and defining problems, formulating possible
solutions into political demands, channelling those demands into the political
systems, seeking sanctions or legitimation of the preferred course of action,
legitimation and implementation, monitoring and review (feedback)”.
Tahap-tahap tersebut mencerminkan
aktivitas yang terus berlangsung yang terjadi sepanjang waktu. Setiap tahap
berhubungan dengan tahap berikutnya, dan tahap terakhir (penilaian kebijakan)
dikaitkan dengan tahap pertama (penyusunan agenda) atau tahap ditengah dalam
aktivitas yang tidak linear.
C.
Adopsi / legitimasi kebijakan
Tujuan
legitimasi adalah untuk memberikan otorisasi pada proses dasar pemerintahan.
Jika tindakan legitimasi dalam suatu masyarakat diatur oleh kedaulatan rakyat,
warga negara akan mengikuti arahan pemerintah. Namun warga negara
harus percaya bahwa tindakan pemerintah yang sah Mendukung.
Dukungan untuk rezim cenderung
berdifusi - cadangan dari sikap baik dan niat baik terhadap tindakan pemerintah
yang membantu anggota mentolerir pemerintahan disonansi.Legitimasi dapat
dikelola melalui manipulasi simbol-simbol tertentu.
Di mana melalui proses ini orang belajar
untuk mendukung pemerintah
D.
Penilaian / Evaluasi Kebijaka
Secara umum evaluasi kebijakan dapat dikatakan sebagai kegiatan yang
menyangkut estimasi atau penilaian
kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak. Dalam hal ini , evaluasi dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional.
Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja,
melainkan dilakukan dalam seluruh proses kebijakan.
Dengan
demikian, evaluasi kebijakan bisa meliputi tahap perumusan masalh-masalah
kebijakan, program-program yang diusulkan untuk menyelesaikan masalah
kebijakan, implementasi, maupun tahap dampak kebijakan.
E.
Pengesahan Kebijakan
Sebagai suatu proses kolektif,
pengesahan kebijakan merupakan proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama
terhadap prinsip-prinsip yang diakui dan diterima (comforming to recognized principles or accepted standards).
Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah variabel-variabel sosial
seperti sistem nilai masyarakat, ideologi negara, sistem politik dan
sebagainya.
Proses pengesahan suatu kebijakan
biasanya diawali dengan kegiatan persuasion dan bargaining (Andersson; 1966,
80). Persuasion diartikan sebagai “Usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain
tentang sesuatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang, sehingga mereka mau
menerimanya sebagai milik sendiri”.
Sedangkan Bergaining diterjemahkan
sebagai “Suatu proses dimana dua orang atau lebih yang mempunyai kekuasaan atau
otoritas mengatur/menyesuaikan setidak-tidaknya sebagian tujuan-tujuan yang
tidak mereka sepakati agar dapat merumuskan serangkaian tindakan yang dapat
diterima bersama meskipun itu tidak terlalu ideal bagi mereka”.
Yang termasuk ke dalam kategori bargaining
adalah perjanjian (negotiation),
saling memberi dan menerima (take and
give) dan kompromi (compromise).
Baik persuasion maupun bargaining, kedua-duanya saling melengkapi sehingga
penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut akan dapat memperlancar proses
pengesahan kebijakan.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Masalah nilai dalam diskursus
analisis kebijakan publik, merupakan aspek metapolicy karena menyangkut
substansi, perspektif, sikap dan perilaku, baik yang tersembunyi ataupun yang
dinyatakan secara terbuka oleh para actor yang bertanggung jawab dalam
perumusan kebijakan publik. Masalah nilai menjadi relevan untuk dibahas karena
ada satu anggapan yang mengatakan bahwa idealnya pembuat kebijakan itu
seharusnya memiliki kearifan sebagai seorang filsuf raja, yang mampu membuat
serta mengimplementasikan kebijakan-kebijakannya secara adil sehingga dapat
memaksimalkan kesejahteraan umum tanpa melanggar kebebasan pribadi.
Meskipun demikian, realita menunjukkan bahwa
kebanyakan keputusan-keputusan kebijakan tidak mampu memaksimasi ketiga nilai
tersebut di atas. Juga, tidak ada bukti pendukung yang cukup meyakinkan bahwa
nilai yang satu lebih penting dari yang lainnya. Oleh karena itu, maka
keputusan-keputusan kebijakan mau tidak mau haruslah memperhitungkan
multi-nilai (multiple values). Kesadaran akan pentingnya multiple values itu
dilandasi oleh pemikiran “ethical
pluralism”, yang dalam teori pengambilan keputusan sering disebut dengan
istilah “multi objective decision
making”.
Pada tataran ini, menjadi jelas
bahwa para pembuat kebijakan idealnya memperhatikan semua dampak, baik positif
maupun negatif dari tindakan mereka, tidak saja bagi para warga unit geopolitik
mereka, tetapi juga warga yang lain, dan bahkan generasi di masa yang akan
datang. Oleh karena itu, proses pembuatan kebijakan yang bertanggung jawab
ialah proses yang melibatkan interaksi antara kelompok-kelompok ilmuwan,
pemimpin-pemimpin organisasi professional, para administrator dan para
politisi.
DAFTAR PUSTAKA
AG.Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Budi,
Winarno. 2007. Kebijakan Publik:
Teori dan Proses. Yogyakarta: Media Pressindo.
http://dinamikakebijakanpublik.blogspot.com/2011/10/tahap-tahap-pembuatan-kebijakan-publik.html?m=1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar